jejak langkah

Senin, 03 Agustus 2009

Bagian yang Tak Pernah Aku Sangka

“Guru harus siap dengan skenario kemungkinan terburuk!” tegas Ustad Kamto saat mengisi pelatihan guru beberapa bulan lalu. “Apa kiranya kemungkinan teburuk itu?”, tanyaku dalam hati. Belum terbayang apa yang akan terjadi dengan murid-muridku nanti.. Maklum lah aku hanya seorang guru baru yang jauh dari punya pengalaman. Hanya sebuah tekad.
Setelah berhadapan langsung beberapa bulan saja, aku mulai faham dan mengerti. Di awal sekolah anak-anak belum saling mengenal satu sama lain. Termasuk aku yang belum mengenal karakter dari anak-anak muridku. Ini adalah masalah tersendiri. Anak-anak jadi sangat sensitif dan belum saling menyesuaikan satu sama lain. Di minggu-minggu awal murid-muridku kerpa sekali bertengkar. Ada saja yang setiap harinya memukul dan dipukul temanya. Sibuk dengan mendamaikan, menenangkan yang marah atau menangis sekaligus juga harus mengatur situasi kelas yang masih belum terkendali.
Capek luar biasa! Itu yang bisa aku rasakan di awal-awal aku mengajar. Tidak hanya capek fisik, tapi juga capek pikiran. Kadang terbersit rasa khawatir apa aku bias sabar? Belum lagi menghadapi orang tua murid. Bukannya tanpa masalah. Menjadi guru tanpa pengalaman membuat aku kerap grogi bila harus berhadapan dengan orang tua murid. Apa lagi berbagai kasus pertengkaran yang terjadi di dalam kelas membuat orang tua murid bertanya-tanya ini dan itu.
Belum lagi bila anak-anak tak jua kunjung mendengarkan apa yang dikatakan. Bukanlah hal yang mudah ketika harus menghadapi kenyataan anak-anak lebih asyik mengobrol, membuat kapal terbang dari kertas, atau berlari berkeliling di kelas atau melakukan hal lain dibanding mendengarkan aku mengoceh, mendongeng atau bernyanyi. Rasanya ingin saja meledak dan berteriak. “Dengaaaar!” Tapi tentu saja itu tak mungkin. Aku harus berfikir dan berusaha kreatif menarik perhatian mereka agar mau belajar dan mau mendengar. Sabar…..sabar…..sabar….sabar…! Itu yang paling bisa aku lakukan.
Masalah kelas itu belum seberapa. Guru kelas satu tidak hanya harus menghadapi masalah kelas yang menguras tenaga. Tapi juga masalah lain. Satu di antaranya adalah urusan toilet. Satu persatu masalah itu bermunculan. Ada anak yang tidak berani bicara bila harus ke belakang dan tiba-tiba sudah bocor duluan. Ada pula yang belum bias membersihkan didinya sediri. Ada yang belum tau kalau habis ke belakang itu harus dibersihkan wc nya. Ada yang terlalu keras ikat pinggangnya hingga celananya tak bias dibuka dan pipis di celana. Bahkan ada yang sakit perut dan buang air di celanan tanpa bisa ditahan. Semua harus aku hadapi dengan sabar sebagai guru kelas satu.
Menarik nafas panjang dan dalam untuk mengumpulkan kekuatan, itu yang bias aku lakukan. Dalam hati aku hanya bias berdoa, moga ini jadi amal baik bagi hidupku. Aku jadi teringat guru-guruku di SD dulu. Mungkin dulu juga mereka merasakan repot seperti aku. Yah…tiba-tiba aku ingin sekali berterimakasih kepada guru-guru TK dan SD ku dulu. Semoga Allah menyayangi mereka semua. Amin

Upacara Gaya Kelas 1 SD

Hari sekolah sudah dimulai lagi. Libur lebaran telah berlalu. Kami para guru tentu saja selalu ingin menghadirkan pengalaman baru untuk anak-anak kami. Setidaknya itu yang ingin kami hadirkan saat memutuskan untuk menggelar uacara bedera hari Senin kemarin.

Bagi sekolah lain upacara bedera mungkin sudah menjadi rutin dan biasa. Tapi bagi sekolah kami yang baru, hal ini adalah hal yang isimewa. Unuk itu kami memperisapkan beberapa hal sehari sebelumnya. Perangkat dan pembagian tugas teknis kami bagi antar guru sehari sebelumnya. Untuk memudahkan kami menunjuk langsung siapa saja yang anak jadi petugas upacara. Saya dan ustadah Wening kebagian melatih anak-anak yang menjadi petugas. Sedang ustadah lain menemani anak-anak yang lain di kelas.Singkat cerita latihan pun selesai dan saatnya melakukan upacara.

Seluruh petugas pun sudah bersiap dengan segala tugasnya yang telah dilatih. Begitu juga pasukan sudah mulai bersiap di barisan masing-masing.

Di situlah kejanggalan pun mulai terjadi. Gagas yang ditunjuk menjai pemimpin pasukan kelas Y1B putra terlihat terlalu terobsesi dengan jabatanya. Setelah mendapat perintah untuk menyiapkan pasukanya itu ia terus berteriak-teriak memerintah teman-temanya yang tidak mau beres terus. Dengan galak ia membentak “Weey rapi!” teriaknya lantang dan berulang-ulang. Ia hilir mudik depan belakang memeriksa dan memastikan pasukanya rapih. Samapi upacara mulai ia masih saja berteriak dan hilir mudik menyiapkan pasukanya yang tetep cuek bebek tidak mau beres. Suara Indi yang menjadi MC yang mulai mebaca acara pun tak ia pedulikan. J

Lain Gagas lain lagi Rizqi. Ia malah kebalikan dari Gagas. Setelah MC meminta meniyapkan pasukan Rizqi masih saja diam. “Ayo Rizqi siapkan pasukanya” saya mengingatkan. Rizki masih cuek saja. Pasukan kelas Y1A pun amburadul tak karuan. Sementara itu Naufal yang menjadi komandan Y1B putri malah menjauhi pasukanya. Hanya barisan Lutfia yang tidak ada keanehan. Ia memimpin barisan Y1A putri.

Setelah Ustad dan Ustadah bekerja keras membuat beres pasukan mereka akhirnya upacara agak berjalan lancer. Amri memasuki lapangan upacara. Ia bertindak sebagai pemimpin upacara. Pembina pun telah diminta menempatkan diri oleh MC.

Saat Pembina upacara mulai memberikan petuah, anak-anak mulai berterika ”Capeeek ustad….capek…!” Mula-mula petugas pembaca ikrar siswa, dirigen kemudian MC sediri meminta istirahat. Dan selanjutnya yang paling parah adalah komanda upacarap yang sedang bertugas pun mulai mengeluh capek dan minta istirahat. Saat Ustad Sofyan selelsai memberikan wejangan, anak-anak sudah berubah posisi menjadi duduk dengan barisan yang berantakan. Tetapi upacara tetap diteruskan hingga selesai.

Yah meski berantakan, ini adalah upacara yang cukup sukses…setidaknya anak-anak tidak lari meninggalkan lapangan :p